tag:blogger.com,1999:blog-88911710165308902402024-03-13T23:33:37.619-07:00Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia inifarizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-67983109252949475162009-01-14T13:52:00.000-08:002009-01-14T13:53:09.532-08:00Sejarah Islam Nusantara<span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Islam Kalimantan</span><br /><br />Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.<br /><br />Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.<br /><br />Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Islam Sulawesi</span><br /><br />Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.<br /><br />Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.<br /><br />Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.<br /><br />Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Islam Maluku</span><br /><br />Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.<br /><br />Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.<br /><br />Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Islam Papua</span><br /><br />Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Islam Nusa Tenggara</span><br /><br />Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.<br /><br />Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.<br /><br />Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk membangun dan menjadi sebuah negara Islam. (Oleh: Herry Nurdi/Sabili)farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-2763234573517184692009-01-14T13:49:00.001-08:002009-01-14T13:50:52.254-08:00Islam Masuk Indonesia Kemungkinan Besar Abad 7 Masehi bukan Abad 14 Masehi<span style="color: rgb(51, 51, 255); font-family: arial;font-size:100%;" >Islam Masuk Indonesia Kemungkinan Besar Abad 7 Masehi bukan Abad 14 Masehi</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori Gujarat. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.</span><br /><br /><br /><span style="font-family: arial;">Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.</span>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-54715321968457294982009-01-14T13:44:00.000-08:002009-01-14T13:49:16.467-08:00SEJARAH ISLAM DI INDONESIA<span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);font-family:arial;" >SEJARAH ISLAM DI INDONESIA</span><br /><br /><br /><br />Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.<br /><br /><br />Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.<br /><br /><br />Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.<br /><br /><br />Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.<br /><br />Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.<br /><br /><br />Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).<span style="font-family:arial;"></span>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-26368052918774880332007-09-24T11:53:00.001-07:002007-09-24T12:01:11.552-07:00ISLAM DAN KEHIDUPAN<span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">RELASI ISALAM DAN KEBUDAYAAN<br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Ajaran-ajaran Islam yan penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan batasan-batasannya.Tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya. Walau singkat mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazana pemikian Islam.</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-weight: bold;">Arti dan Hakekat Kebudayaan</span></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung nenek moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts, yang mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater ( wayang ) Seni Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ). Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince ( ilmu-ilmu eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah ).</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><br /></span></span></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);"></span>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-69840305308560662242007-09-24T11:51:00.000-07:002007-09-24T11:53:33.377-07:00Hubungan Islam dan Budaya<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?<br /><br /></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span></div>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-15632089865346654552007-09-24T11:46:00.000-07:002007-09-24T11:50:35.443-07:00Sikap Islam terhadap Kebudayaan<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"><span style="font-weight: bold;">Pertama</span> : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"><span style="font-weight: bold;">Kedua </span>: Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.<br /><br />Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"><span style="font-weight: bold;">Ketiga</span>: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “ Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya, maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan., maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash, sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik “</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Dari situ, jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Dr. Abdul Hadi WM, dosen di Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Jakarta, bahwa Islam tidak boleh memusuhi atau merombak kultur lokal, tapi harus memposisikannya sebagai ayat-ayat Tuhan di dunia ini atau fikih tidak memadai untuk memahami seni, adalah tidak benar. Wallahu a’lam </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;"></span></span></div>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-47236482490726758722007-09-24T11:38:00.000-07:002007-09-24T11:45:39.868-07:00ISLAM DAN POLOTIK<div style="text-align: justify; font-family: verdana;"><span style="font-size:85%;">Pada edisi lalu telah diterangkan arti “Rasul” dan “Ulil Amri” secara panjang lebar. Saat ini penulis ingin memfokuskan pembahasan kali ini pada seputar ‘teknis mengembalikan urusan urusan politik kepada ulil umri’, yang dalam hal ini adalah para pemimpin yang terpercaya dan ulama yang memadai. Itu semua masih dalam rangka menerangkan kalimat <br /><br />walau rudduhu ila rosul ila ulil amri minhum ‘<br /><br />Tulisan berikut ini adalah rangkuman dari tulisan-tulisan para ulama dalam bidang Siyasah Syar’iyah (dalam perpolitikan Islam), juga merupakan inti sari yang sempat penulis ambil dari perjalanan sejarah perpolitikan Islam. Khususnya pada zaman keemasannya yang pernah dicapai oleh tiga generasi Islam pertama (sahabat, tabi’in dan tabiit tabi’in), sebagaimana pernah disinyalir oleh Rasulullah dalam salah satu haditsnya<br /><br />Artinya : “Sebaik baik generasi adalah generasiku kemudian yang berikutnya (tabi’in) kemudian berikutnya (tabi’it tabi’in)”<br /><br /><br />Oleh karenanya, bisa dinyatakan disini bahwa sebuah teori kemasyarakatan ataupun kenegaraan yang keluar dari kerangka berpikirnya tiga generasi Islam diatas, sudah dipastikan akan menemui kegagalan. Para pembaca bisa membuktikan kebenaran pernyataan diatas, melalui serial tulisan ini. Khususnya didalam perpolitikan Islam. Namun sebelum memasuki point selanjutnya, sebagai follow up dari pembahasan lalu, ada beberapa hal yang perlu diselesaikan berhubungan dengan keterlibatan ulama didalam dunia politik. Apalagi dunia politik sering diidentikkan dengan dunia yang penuh kekotoran, kepalsuan, penipuan dan berbagai perbuatan keji lainnya. Diakui atau tidak, kenyataannya memang begitu. Apalagi kalau orang yang terjun didalamnya tidak menjunjung tinggi nilai-nilai agama.<br /><br />Disini, keterlibatan ulama dalam dunia politik sering menjadi sebuah dilema, kalau mereka mundur, maka orang orang rusaklah yang akan bermain didalamnya, sebaliknya sering merreka larut didalam hubungan politik yang kotor tersebut. Banyak dari mereka sebelum tejun kedunia politik, adalah para pimpinan pesantren atau guru-guru ngaji yang barang kali tidak mau pusing memikirkan harta dan kesenangan dunia, yang pola pikir seperti itu, tidak disenangi oleh setan dan iblis. Mereka berusaha mencari berbagai jalan untuk menyesatkan orang-orang seperti itu. Maka harta dan kekuasaan–dua hal yang sangat menonjol didalam dunia perpolitikan— merupakan senjata yang sangat ampuh untuk membekuk mereka.<br /><br /><br />Oleh karenanya, kita kadang -kadang risih dengan kerakusan sebagian kyai, yang semestinya diharapkan untuk bisa mengarahkan ummat kepada jalan yang lebih baik, justru bergelimangan didalam perebuatan kekuasaan. Bahkan tidak sedikit dari mereka dengan begitu berani mengorbankan aqidah mereka demi kekuasaan, harta maupun hanya sekedar untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Ulama model seperti ini, tentunya bukan yang dimaksud penulis untuk hadir didalam dunia perpolitikan<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">FORMAT-FORMAT KETERLIBATAN ULAMA DI DALAM DUNIA PERPOLITIKAN </span> <br /><br />Paling tidak ada dua format yang diijinkan oleh syara’ berhubungan dengan keterlibatan ulama dalam dunia perpolitikan :<br /><br />Pertama, Format luar pagar bermain diluar lapangan.<br /><br />Di dalam format ini, para ulama tidak terlibat dalam delik administrasi perpolitikan secara langsung, tetapi mereka tetap duduk ditengah-tengah masyarakat mengajar, membimbing dan mengarahkan mereka kejalan yang benar. Walaupun demikian, mereka tetap beramar ma’ruf dan nahi munkar menurut kondisi lingkungan yang ada. Termasuk didalamnya mengingatkan para pengusa jika melakukan kesalahan dan penyelewengan, memberikan fatwa-fatwa kemasyarakatan, kenegaraan dan urusan-urusan politik, yang tentunya diambil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.<br /><br />Tugas mereka tidak ternodai sedikitpun dengan harta-harta kenegaraan maupun kepentingan kepentingan orang-orang tertentu. Oleh karenanya, mereka tidak takut sedikitpun dengan kediktatoran seorang penguasa. Bahkan mereka siap mati dalam mempertahankan dan mengemban amanat Allah ini. Inilah sebaik baik jihad sebagaimana yang disabdakan Rosul saw,<br /><br />Artinya : “ Sebaik baik jihad adalah berkata benar didepan pengusa yang dholim”<br /><br />Dikatakan sebaik baik jihad, karena seorang ulama yang berkata benar didepan seorang penguasa yang lalim, akan menemui resiko yang sangat besar. Paling tidak akan dicaci dikecam dan disiksa dengan semena mena, bahkan akan dibunuh tanpa ada satupun orang yang membelanya. Disisi lain, beramar ma’ruf nahi munkar didepan para penguasa yang lalim merupakan aktifitas tertutup dan tidak terikat oleh banyak manusia, sehingga lebih mendekatkan kepada keikhlasan.<br /><br />Terlalu banyak contoh ulama, untuk disebutkan dalam hal ini, terutama yang hidup pada masa masa kejayaan Islam pada abad pertama, kedua dan ketiga hijriyah. Salah satunya adalah Said bin Jubair yang disembelih oleh Hajjaj At-Tsaqofi hanya karena mengatakan kalimatul haq dihadapannya. Ketika Hajjaj Ats-Tsaqofi bertanya, “Bagaimana pendapat anda tentang saya?” Dengan tenang Said bin Jubair menjawab, “Anda adalah seorang penguasa yang menyelisihi ajaran kitab dan sunnah, yang berbuat semena-mena kepada rakyat demi mencari kewibaaan. Perbuatan anda semacam ini akan mengantarkan anda kepada kehancuran.” (Lihat Sofatus Sofah, Ibnu Jauzi 3/56).<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">IBNU TAIMIYYAH DAN FATWA POLITIK<br /><br /></span>Termasuk contoh format pertama, tapi dalam bentuk yang lebih luas, adalah apa yang dilakukan oleh Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah yang terkenal dengan keberanainnya didalam menyampaikan kebenaran didepan penguasa. Tak heran jika beliau sangat segani, bukan saja oleh orang awam, murid-murid dan para rivalnya, bahkan khalifah dan para gubernur sendiri sangat menghormatinya. Salah satu peran beliau yang sangat besar didalam dunia poliotik waktu itu, adalah fatwa politik yang beliau sampaikan berkenaan dengan invansi militer bangsa Tartar terhadap negeri-negeri Islam. Disaat-saat kaum muslimin panik, disaat para gubernur dan khalifah sudah mulai putus asa, tampillah Ibnu Taimiyah, dia bangkit menghadap khalifah seorang diri, menasehatinya dan mengajaknya untuk mengangkat senjata dan mengumandangkan jihad suci melawan tentara Tatar. Demikianlah, wilayah kaum muslimin dapat diselamatkan hanya dengan seorang ulama yang konsisten memegang teguh ajaran-ajaran Islam.<br /><br />Perlu dicatat disini, bahwa keterlibatan Ibnu Taimiyah sebagai seorang ulama didalam dunia politik, bukan berarti beliau terjun didalamnya bersama pejabat negara lainnya, yang sekalipun waktu itu, bisa disebut negara Islam yang menerapkan hukum-hukum Islam didalam kehidupan bernegara secara resmi dan luas. Itu terlihat jelas dalam satu pernyataannya<br /><br />“Saya seorang tokoh agama bukan seorang negarawan.” (Lihat Ibnul Abdil Hadi, Al Uqud ad Duriyah Hal 177) <br /><span style="font-weight: bold;"><br /></span>Format Kedua Bergerak di dalam sistem, yang berarti Ulama terlibat secara langsung didalam adminstrasi negara dan menduduki salah satu jabatan pemerintahan.<br /><br />Untuk mengetahui lebih jauh tentang kelompok atau format kedua ini, silahkan mengikuti pembahasan Ahlul Halli Wal Aqdi dibawah ini. Hal itu, karena hanya merekalah (para negarawan) atau orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang serupa dengan merekalah, yang berhak masuk dan terjun ke dalam medan politik yang sangat berbahaya tersebut. Adapun keterangannya sebagai berikut ;<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PENGERTIAN AHLUL HALLI WAL AQDI<br /><span style="font-weight: bold;"><br /></span></span>Ahlul Halli wal Aqdi adalah istilah baru tidak terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Namun demikian, para ulamalah yang telah meletakkan istilah tersebut. Ini bukan berarti istilah tersebut bid’ah karena belum pernah digunakan pada zaman Rasulullah saw, maupun pada zaman Sahabat. Akan tetapi, istilah-istilah keilmuan semacaam ini bisa di golongkan didalam MASHALIHUL MURSALAH (kemaslahatan umum) yang diizinkan oleh Syariat Islam,sebagaimana istilah-istilah ushul fiqh, ilmu Nahwu, Mustholahul Hadits dan lain-lainnya.<br /><br />Istilah Ahlul Halli wal Aqdi ini banyak kita dapati pada buku-buku siyasah syar’iyyah, seperti Ahkam Sulthaniyah-nya Abul Hasan Al-Mawardi dan Abu Ya’la Al Farra’. Adapun secara bahasa, Istilah Ahlul Halli wal Aqdi terdiri dari tiga kalimat:<br /><br />a. Ahlul, yang berarti orang yang berhak (yang memiliki).<br /><br />b. Halli, yang berarti, melepaskan, menyesuaikan, memecahkan.<br /><br />c. Aqdi, yang berarti mengikat, mengadakan transaksi, membentuk.<br /><br />Dari pengertian secara bahasa di atas, dapat kita simpulkan pengertian Ahlul Halli wal Aqdi secara istilah yaitu “Orang-orang yang berhak membentuk suatu sistem didalam sebuah negara dan membubarkannya kembali jika dipandang perlu.”<br /><br /><span style="font-weight: bold;">SIAPAKAH YANG DIANGGAP AHLUL HALLI WAL AQDI?</span><br /><br />Para ulama berselisih pendapat didalam menentukan kriteria Ahlul Halli wal Aqdi, akan tetapi semua pendapat yang beredar tersebut,tidak keluar dari kerangka pengertian Ulil Amri, yang pernah penulis jelaskan pada edisi yang lalu. Dari situ, penulis cenderung untuk mengatakan bahhwa Ahlul Halli wal Aqdi adalah Ulil Amri itu sendiri. Kalau begitu, kenapa pembahasan Ulil Amri tidak disatukan dengan Ahlul Halli wal aqdi? Atau kenapa tidak memakai salah satu istilah saja, agar tidak membingungkan pembaca? Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut, penulis menyediakan beberapa jawaban dibawah ini ;<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pertama</span>, Ulil Amri adalah istilah Syar’i yang terdapat didalam Al-Quran. Sehingga didalam penafsiirannya, perlu menukil pendapat mufassirun yang tsiqqoh, sebagaimana telah diterangkan pada edisi lalu. Ulil Amri dalam konteks semacam ini, lebih terkesan sebuah sosok dan tokoh, atau sekumpulan sosok dan tokoh yang harus ditaati perintah-perintahnya selama itu sesuai dengan syara’.(tanpa banyak menyentuh proses terangkatnya tokoh tersebut dan bagaimana teknis kerjanya). Oleh karena itu penulis letakkan pembahasan ini didalam penafsiran kata Ulil Amri.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kedua</span>. Disisi lain, ketika penulis hendak menerangkan kalimat yaitu bagaimana teknis mengembalikan permasalahan politik kepada Ulil Amri, ternyata penulis mendapatkan para ulama didalam pembahasan ini, lebih banyak menggunakan istilah Ahlul Halli wal Aqdi daripada istilah Ulil Amri itu sendiri. Dari situ penulis menemukan sebuah konklusi sebagai berikut:<br /><br />1. Ulil Amri lebih sering digunakan didalam menggambarkan tokoh atau orang yang wajib ditaati selama itu sesuai denga syara’<br /><br />2. Ahlul Halli wal Aqdi lebih sering digunakan ketika membicarakan teknis kerjanya. wallahu a’lam<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"></span></span></span></div>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-16608815285235044322007-09-24T11:25:00.000-07:002007-09-24T11:28:50.898-07:00MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) DAN POLITIK<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik, apakah MUI yang ada dinegara kita tersebut bisa diidentikkan dengan Ahlul Halli wal Aqdi? sejauh mana keterlibatan lembaga tersebut dengan kegiatan perpolitikan dinegara Indonesia?</span><br /><br /><span style="font-family: verdana;">MUI—menurut hemat penulis—adalah sebuah lembaga yang beranggotakan sebagian alim ulama Indonesia, yang secara sengaja dipilih oleh pemerintah. Disamping untuk mengurusi bidang-bidang keagamaan—tentunya yang tidak terjangkau kementerian agama—dan mengeluarkan fatwa-fatwa berkenaan dengan nawazil kejadian dan peristiwa yang menimpa umat Islam Indonesia, juga dimaksudkan untuk memperkuat pemerintahan yang ada.<br /><br />Dalam perjalanannya selama ini, sangat jarang kita dapati keputusan-keputusan MUI yang berseberangan dengan kebijaksanaan pemerintah. Bahkan banyak polemik yang muncul antara para ulama Indonesia berkenaan dengan keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah ORDE BARU yang kadang-kadang merugikan umat Islam. Seperti diberlakukannya undang-undang ormas dengan asas tunggalnya Pancasila, kemudian masalah Porkas dan SDSB, KB, susu Dancow (labelisasi halal), lokalisasi WTS, hingga hukum menghadiri perayaan Natal, MUI selalu berada disamping pemerintah. Padahal fungsi sebenarnya dari eksistensi ulama dalam lembaga pemerintahan tersebut adalah untuk amar ma’ruf nahi mungkar, meluruskan kebijaksanaan pemerintah yang dianggap menyelewe ng dari ajaran Islam.<br /><br />Dari fakta ini saja, terlihat betapa jauhnya perbedaan antara Ahlul Halli Wal Aqdi dengan MUI dalam tugas dan fungsinya. Disamping itu, MUI tidak mempunyai wewe nang sedikitpun untuk mengganti para pejabat negara. Bahkan sebaliknya, pemerintah dengan leluasa melakukan mutasi dalam tubuh MUI, jika tidak mendukung kebijaksa naan pemerintah.<br /><br />Ini adalah gambaran umum tentang MUI yang terlihat selama ini.( masa Orde Baru ) . Tentunya di sana ada hal-hal positif yang dapat kita ambil dari keberadaan MUI di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Hanya saja dampaknya belum bisa dirasakan umat Islam selama ini. Oleh karenanya, perubahan sikap sangat diperlukan, khususnya setelah adanya perubahan politik akhir-akhir ini.<br /></span></span></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: verdana;">Ulama dalam terminologi Al-Quran dan As-Sunnah adalah pewaris para nabi, yang menyampaikan pesan-pesan langit kepada manusia, mengarahkan mereka kepada jalan yang lurus, mengajak kepada yang ma’ruf, melarang dari kemunkaran. Mereka tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah, sebagaimana firman-Nya :<br /><br />Dalam ayat lain, Allah telah menegaskan, bahwa orang yang tidak takut kepada Allah bukanlah ulama, walau bergelar Kyai, firman Allah :<br /><br />Takut kepada Allah akan menumbuhkan sikap berani menentang yang batil, tegas dalam pendirian, tidak takut terhadap cercaan orang-orang yang suka mencerca. Dalam masa reformasi ini, MUI akan kembali diuji kualitasnya sebagai lembaga alim ulama. Bisakah ia membawa umat Islam ke yang lebih baik atau malah hanya akan bergelmang dalam perebutan dunia..?! Kita tunggu bersama….<br /><br /></span></span></div>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8891171016530890240.post-61755349177310807262007-09-24T10:47:00.000-07:002007-09-24T11:23:44.308-07:00Islam dan Masalah Sosial<span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><br />KEKUATAN ORANG – ORANG LEMAH<br /><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:85%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"> Seseorang yang ditaqdirkan oleh Allah menjadi orang yang lemah, baik itu karena badannya tidak kuat dan sering sakit-sakitan, atau karena miskin tidak punya harta, ataupun karena menjadi wong cilik dan rakyat biasa, hendaknya tidak perlu mlinder dan malu, serta merasa rendah. Karena Allah-lah yang telah menentukan keadaannya demikian. Yang terpenting baginya adalah berusaha sekuat tenaga untuk beribadah kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Itulah hakikat ketaqwaan. Kalau dia berusaha selalu istiqomah di dalam ketaqwaan tersebut, niscaya kedudukannya menjadi mulia di sisi Allah, walaupun di dunia ini tidak dihargai oleh manusia. Orang –orang yang lemah,tetapi tetap istiqomah dengan ketaqwaan-nya tersebut ternyata mempunyai kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka . Diantara kelebihan- kelebihan tersebut adalah</span></span></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;">:</span></span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"></span></span></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"> </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"> 1.<span style="font-size:85%;">Kalau ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya.Rosulullah saw bersabda :“ Barangkali orang yang rambutnya semrawut dan bajunya berdebu, serta selalu ditolak jika bertamu, jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya “ ( HR Muslim )<br /><br /></span></span></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;">Maksudnya adalah orang yang miskin yang tidak punya minyak rambut untuk merapikan rambutnya dan tidak punya baju banyak, sehingga kelihatannya lusuh serta tidak punya jabatan, sehingga sering diremehkan orang. Tetapi orang miskin dan lemah ini tetap istiqomah dengan ajaran Islam, maka jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Alah akan mengabulkannya. Karena walaupun dia kelihatan hina di mata manusia, tetapi dia adalah makhluk Allah yang sangat mulia di sisi-Nya sehingga dipenuhi permintaannya.</span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span></div><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><br /> 2. Kebanyakan orang yang masuk syurga adalah orang – orang yang miskin.Rosulullah saw bersabda :<br /><br />“ Saya pernah berdiri di pintu syurga, ternyata yang saya lihat bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang –orang miskin, sedangkan orang –orang kaya tertahan (yaitu belum diperkenankan masuk syurga dahulu) “ ( HR Bukhari dan Muslim )<br /><br />Hadist di atas mengisyaratkan bahwa orang –orang yang lemah dan miskin, biasanya lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah swt daripada orang kaya, walaupun tidak secara mutlak. Karena orang –orang yang lemah dan miskin , biasanya merasakan dirinya lemah dan memerlukan bantuan, sehingga selalu berdo’a dan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa. Sebaliknya orang –orang yang kuat dan kaya, biasanya terlena dengan kekuatan dan kekayaannya. Dia merasa tidak membutuhkan lagi pertolongan orang lain, sehingga lupa kepada Allah. Dia merasa tidak perlu berdoa, karena semuanya sudah serba kecukupan.Akhirnya dia semakin jauh dengan Allah.<br /><br /><br />Juga barangkali, karena orang – orang yang miskin dan lemah tanggung jawabnya relatif lebih sedikit dibanding dengan orang yang kuat, penguasa dan kaya. Karena orang yang berkuasa dan kuat harus mempertanggug jawabkan kekuasaannya di hadapan Allah. Begitu juga orang yang kaya, tentunya dia akan mempertanggung jawabkan kekayaannya, darimana di dapatkannya, dan untuk apa dipergunakannya. Sangat sedikit yang selamat dari ujian semacam ini. Maka wajarlah , jika kebanyakan penduduk syurga adalah orang – orang yang lemah dan miskin.<br /><br /><br /></span></span></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"> 3. Orang-oang yang lemah dan miskin biasanya lebih cepat menerima kebenaran.Sebaliknya orang –orang yang kuat dan kaya biasanya menjadi penghalang dakwah dan menolak kebenaran.Allah swt berfirman :</span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span></div><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;">“ Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negri seorasng pemberi peringatanpun ,melainkan oang –orang yang hidup mewah dinegri itu berkata “ Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya “ . Dan mereka berkata :“ Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak ( dari pada kamu ) dan kami sekali-laki tidak akan di adzab “ ( QS as Saba : 34-35 )</span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span></div><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"> 4. Orang- orang lemah dan miskin adalah salah satu sumber kekuatan Islam. Rosulullah saw bersabda : “ Sesungguhnya kamu diberi kemenangan dan dilimpahkan rizqi karena adanya orang –orang lemah diantara kalian “ ( Hr Bukhari , Tirmidzi dan Abu Daud )<br /><br /><br />Berkata Al Manawi : “ Maksud hadist d atas adalah bahwa salah satu unsur kemenangan kaum msulimin adalah dengan do’a orang – orang yang fakir miskin,karena hati mereka biasanya lembut dan peka ( inkisar ) , sehingga lebih memungkinkan untuk di kabulkan “<br /><br />Di dalam Syarh Sunnah di sebutkan bahwa Rosullah saw meminta kemenagan dengan bantuan orang – orang miskin dari orang – oran Muhajir.<br /><br />Berkata Al Qori : “ Alasan disebutkan Muhajirin secara khusus karena mereka mempunyai beberapa sifat :<br /><br /> * Mereka orang fakir miskin<br /> * Mereka orang yang asing ( musafir )<br /> * Mereka di dholimi ( karena di usir dari kampung halamannya )<br /> * Mereka orang yang berijthad<br /> * Mereka orang –orang mujahid yang berperang di jalan Allah<br /><br />Sehingga do’a mereka tentunya lebih mustaja dibanding dengan yang lainnya yang tidak mempunyai sifat- sifat di atas.<br /><br />Di dalam Sunan Nasai disebutkan bahwa Rosulullah saw bersabda : “ Hanyasanya Allah Menolong umat ini karena ada orang – orang yang lemah di dalamnya , yaitu karena doa’ sholat serta keikhlasan mereka “<br /><br />Berkata Ibnu Mundzir : “ Artinya bahwasanya ibadatnya orang – orang yang lemah dan do’a mereka biasanya lebih ikhlas, karena hati mereka tidak tergantung kepada keindahan kehidupan dunia ini dan konsentrasi mereka hanya pada satu fokus saja ( yaitu akhirat) sehnigga do’a mereka mustajab dan amalan mereka bersih. Oleh karenanya, orang-orang beriman di perintahkan untuk bersama mereka, sebagaimana firman Allah di dalam ( Qs Al Kahfi : 28 ) , dalam surat lain Allah berfirman : “ Adapun terhadap orang yatim , janganlah kamu berlaku sewenang- wenang . Dan terhadap orang yang minta- minta , maka janganlah kamu menghadirknya “ ( Ad Duha :9-10 )<br /><br /><br /> 5. Orang –orang lemah dan miskin adalah penyebab turunnya barokah dan rizqi dari Allah .Hadist Bukhari di atas. Rosulullah bersabda : “ Kalau bukan karena binatang ternak, maka mereka tidak akan di berikan hujan “ ( HR Ibnu Majah )<br /><br /> 6. Orang – orang yang lemah dan miskin adalah para penangkal malapetaka.<br /><br />Rosulullah bersabda :<br /><br />“Seandainya kalau bukan karena para pemuda yang khusu’, binatang ternak yang sedang mencari makan, anak- anak yang sedang menyusui , maka niscaya Allah akan menurunkan kepada kalian adzab “ ( HR Abu Ya’la Dan Bazzar )<br /><br />Hadist di atas menunjukkan bahwa makluk yang tidak berdaya akan selalu dilindungi oleh Allah swt.<br /><br /><br /> 7. Orang yang lemah dan miskin sebagai sarana untuk masuk syurga .<br /><br />Rosulullah saw bersabda :<br /><br />“ Saya dan orang yang memelihara anak yatim di syurga seperti ini “ Seraya mengangkat jari telunjuk dan jari tengah serta direnggangkan antara keduanya. (HR Bukahri ) 5304 Kitab Tholak .<br /><br />“ Barang siapa yang merawat dua anak perempuan sehingga mereka baligh, maka ketika ia datang pada hari kiamat, saya dan dia kedudukannya seperti ini “ , seraya menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya . ( HR Muslim ( 2631) Kitab Al Birr wa al sillah<br /><br /></span></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span></span></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><span style="font-family: verdana;"></span></span></div>farizhttp://www.blogger.com/profile/04387320616213933161noreply@blogger.com0