Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik, apakah MUI yang ada dinegara kita tersebut bisa diidentikkan dengan Ahlul Halli wal Aqdi? sejauh mana keterlibatan lembaga tersebut dengan kegiatan perpolitikan dinegara Indonesia?
MUI—menurut hemat penulis—adalah sebuah lembaga yang beranggotakan sebagian alim ulama Indonesia, yang secara sengaja dipilih oleh pemerintah. Disamping untuk mengurusi bidang-bidang keagamaan—tentunya yang tidak terjangkau kementerian agama—dan mengeluarkan fatwa-fatwa berkenaan dengan nawazil kejadian dan peristiwa yang menimpa umat Islam Indonesia, juga dimaksudkan untuk memperkuat pemerintahan yang ada.
Dalam perjalanannya selama ini, sangat jarang kita dapati keputusan-keputusan MUI yang berseberangan dengan kebijaksanaan pemerintah. Bahkan banyak polemik yang muncul antara para ulama Indonesia berkenaan dengan keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah ORDE BARU yang kadang-kadang merugikan umat Islam. Seperti diberlakukannya undang-undang ormas dengan asas tunggalnya Pancasila, kemudian masalah Porkas dan SDSB, KB, susu Dancow (labelisasi halal), lokalisasi WTS, hingga hukum menghadiri perayaan Natal, MUI selalu berada disamping pemerintah. Padahal fungsi sebenarnya dari eksistensi ulama dalam lembaga pemerintahan tersebut adalah untuk amar ma’ruf nahi mungkar, meluruskan kebijaksanaan pemerintah yang dianggap menyelewe ng dari ajaran Islam.
Dari fakta ini saja, terlihat betapa jauhnya perbedaan antara Ahlul Halli Wal Aqdi dengan MUI dalam tugas dan fungsinya. Disamping itu, MUI tidak mempunyai wewe nang sedikitpun untuk mengganti para pejabat negara. Bahkan sebaliknya, pemerintah dengan leluasa melakukan mutasi dalam tubuh MUI, jika tidak mendukung kebijaksa naan pemerintah.
Ini adalah gambaran umum tentang MUI yang terlihat selama ini.( masa Orde Baru ) . Tentunya di sana ada hal-hal positif yang dapat kita ambil dari keberadaan MUI di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Hanya saja dampaknya belum bisa dirasakan umat Islam selama ini. Oleh karenanya, perubahan sikap sangat diperlukan, khususnya setelah adanya perubahan politik akhir-akhir ini.
MUI—menurut hemat penulis—adalah sebuah lembaga yang beranggotakan sebagian alim ulama Indonesia, yang secara sengaja dipilih oleh pemerintah. Disamping untuk mengurusi bidang-bidang keagamaan—tentunya yang tidak terjangkau kementerian agama—dan mengeluarkan fatwa-fatwa berkenaan dengan nawazil kejadian dan peristiwa yang menimpa umat Islam Indonesia, juga dimaksudkan untuk memperkuat pemerintahan yang ada.
Dalam perjalanannya selama ini, sangat jarang kita dapati keputusan-keputusan MUI yang berseberangan dengan kebijaksanaan pemerintah. Bahkan banyak polemik yang muncul antara para ulama Indonesia berkenaan dengan keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah ORDE BARU yang kadang-kadang merugikan umat Islam. Seperti diberlakukannya undang-undang ormas dengan asas tunggalnya Pancasila, kemudian masalah Porkas dan SDSB, KB, susu Dancow (labelisasi halal), lokalisasi WTS, hingga hukum menghadiri perayaan Natal, MUI selalu berada disamping pemerintah. Padahal fungsi sebenarnya dari eksistensi ulama dalam lembaga pemerintahan tersebut adalah untuk amar ma’ruf nahi mungkar, meluruskan kebijaksanaan pemerintah yang dianggap menyelewe ng dari ajaran Islam.
Dari fakta ini saja, terlihat betapa jauhnya perbedaan antara Ahlul Halli Wal Aqdi dengan MUI dalam tugas dan fungsinya. Disamping itu, MUI tidak mempunyai wewe nang sedikitpun untuk mengganti para pejabat negara. Bahkan sebaliknya, pemerintah dengan leluasa melakukan mutasi dalam tubuh MUI, jika tidak mendukung kebijaksa naan pemerintah.
Ini adalah gambaran umum tentang MUI yang terlihat selama ini.( masa Orde Baru ) . Tentunya di sana ada hal-hal positif yang dapat kita ambil dari keberadaan MUI di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Hanya saja dampaknya belum bisa dirasakan umat Islam selama ini. Oleh karenanya, perubahan sikap sangat diperlukan, khususnya setelah adanya perubahan politik akhir-akhir ini.
Ulama dalam terminologi Al-Quran dan As-Sunnah adalah pewaris para nabi, yang menyampaikan pesan-pesan langit kepada manusia, mengarahkan mereka kepada jalan yang lurus, mengajak kepada yang ma’ruf, melarang dari kemunkaran. Mereka tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah, sebagaimana firman-Nya :
Dalam ayat lain, Allah telah menegaskan, bahwa orang yang tidak takut kepada Allah bukanlah ulama, walau bergelar Kyai, firman Allah :
Takut kepada Allah akan menumbuhkan sikap berani menentang yang batil, tegas dalam pendirian, tidak takut terhadap cercaan orang-orang yang suka mencerca. Dalam masa reformasi ini, MUI akan kembali diuji kualitasnya sebagai lembaga alim ulama. Bisakah ia membawa umat Islam ke yang lebih baik atau malah hanya akan bergelmang dalam perebutan dunia..?! Kita tunggu bersama….
Dalam ayat lain, Allah telah menegaskan, bahwa orang yang tidak takut kepada Allah bukanlah ulama, walau bergelar Kyai, firman Allah :
Takut kepada Allah akan menumbuhkan sikap berani menentang yang batil, tegas dalam pendirian, tidak takut terhadap cercaan orang-orang yang suka mencerca. Dalam masa reformasi ini, MUI akan kembali diuji kualitasnya sebagai lembaga alim ulama. Bisakah ia membawa umat Islam ke yang lebih baik atau malah hanya akan bergelmang dalam perebutan dunia..?! Kita tunggu bersama….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar